Macam-macam Ijtihad:
a. Ijma’
Ijma’ artinya
kesepakatan yakni kesepakatan para ulama dalam menetapkan suatu hukum hukum
dalam agama berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits dalam suatu perkara yang terjadi.
Adalah keputusan bersama yang dilakukan oleh para ulama dengan cara ijtihad
untuk kemudian dirundingkan dan disepakati. Hasil dari ijma adalah fatwa, yaitu
keputusan bersama para ulama dan ahli agama yang berwenang untuk diikuti
seluruh umat. Contohnya adalah fatwa, yaitu keputusan bersama para ulama dan
ahli agama yang berwenang untuk diikuti seluruh umat.
b. Qiyâs
Qiyas artinya
menggabungkan atau menyamakan artinya menetapkan suatu hukum suatu perkara yang
baru yang belum ada pada masa sebelumnya namun memiliki kesamaan dalah sebab,
manfaat,
bahaya dan berbagai aspek dengan perkara terdahulu sehingga dihukumi sama. Dalam Islam, Ijma dan Qiyas sifatnya darurat, bila memang terdapat hal hal yang ternyata belum ditetapkan pada masa-masa sebelumnya. Beberapa definisi qiyâs (analogi):
bahaya dan berbagai aspek dengan perkara terdahulu sehingga dihukumi sama. Dalam Islam, Ijma dan Qiyas sifatnya darurat, bila memang terdapat hal hal yang ternyata belum ditetapkan pada masa-masa sebelumnya. Beberapa definisi qiyâs (analogi):
1) Menyimpulkan
hukum dari yang asal menuju kepada cabangnya, berdasarkan titik persamaan di
antara keduanya.
2) Membuktikan
hukum definitif untuk yang definitif lainnya, melalui suatu persamaan di
antaranya.
3) Tindakan
menganalogikan hukum yang sudah ada penjelasan di dalam [Al-Qur'an] atau
[Hadis] dengan kasus baru yang memiliki persamaan sebab (iladh).
Contohnya
adalah pada surat Al isra ayat 23 dikatakan bahwa perkataan ‘ah’, ‘cis’, atau
‘hus’ kepada orang tua tidak diperbolehkan karena dianggap meremehkan atau
menghina, apalagi sampai memukul karena sama-sama menyakiti hati orang tua.
c. Istihsân
Beberapa
definisi Istihsân:
1) Fatwa yang
dikeluarkan oleh seorang fâqih (ahli fikih), hanya karena dia merasa hal
itu adalah benar.
2) Argumentasi
dalam pikiran seorang fâqih tanpa bisa diekspresikan secara lisan
olehnya
3) Mengganti
argumen dengan fakta yang dapat diterima, untuk maslahat orang banyak.
4) Tindakan
memutuskan suatu perkara untuk mencegah kemudharatan.
5) Tindakan
menganalogikan suatu perkara di masyarakat terhadap perkara yang ada
sebelumnya.
Contohnya,
menurut aturan syarak, kita dilarang mengadakan jual beli yang barangnya belum
ada saat terjadi akad. Akan tetapi menurut Istihsan, syarak memberikan rukhsah
(kemudahan atau keringanan) bahwa jual beli diperbolehkan dengan sistem
pembayaran di awal, sedangkan barangnya dikirim kemudian.
d. Maslahah
murshalah
Adalah tindakan
memutuskan masalah yang tidak ada naskhnya dengan pertimbangan kepentingan hidup manusia
berdasarkan prinsip menarik manfaat dan menghindari kemudharatan. Contohnya,
dalam Al Quran maupun Hadist tidak terdapat dalil yang memerintahkan untuk
membukukan ayat-ayat Al Quran. Akan tetapi, hal ini dilakukan oleh umat Islam
demi kemaslahatan umat.
e. Syad
Adz-Dzarra`
Adalah tindakan
memutuskan suatu yang mubah menjadi makruh atau haram demi kepentinagn umat.
f. Istishab
Adalah tindakan
menetapkan berlakunya suatu ketetapan sampai ada alasan yang bisa mengubahnya.
Contohnya, seseorang yang ragu-ragu apakah ia sudah berwudhu atau belum. Di
saat seperti ini, ia harus berpegang atau yakin kepada keadaan sebelum berwudhu
sehingga ia harus berwudhu kembali karena shalat tidak sah bila tidak berwudhu.
g. Urf
Adalah tindakan
menentukan masih bolehnya suatu adat-istiadat dan kebiasaan masyarakat setempat
selama kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan aturan-aturan prinsipal
dalam Alquran dan Hadis. Contohnya dalah dalam hal jual beli. Si pembeli
menyerahkan uang sebagai pembayaran atas barang yang telah diambilnya tanpa
mengadakan ijab kabul karena harga telah dimaklumi bersama antara penjual dan
pembeli.
Adapun sepuluh syarat itu adalah :
1. Berpengetahuan luas tentang Al-Qur’an dan Ulumul-Qur’an (ilmu-ilmu Al-Qur’an) serta segala yang terkait, teristimewa dalam masalah hukum.
2. Memiliki ilmu yang cukup dalam mengenai hadits, terutama soal hukum dan mengetahui sumber hukum, sejarah, maksud hubungan hadits2 itu dengan hukum-hukum Al-Qur’an.
3. Menguasai masalah-masalah atau tema tema pokok yang hukumnya telah ditunjukkan oleh Ijma’ Sahabat dan ulama Salaf (2 generasi setelah para sahabat Rasulullah SAW).
4. Mempunyai wawasan luas tentang Qiyas dan dapat menggunakannya untuk Istimbath (menggali dan menarik kesimpulan) hukum.
5. Menguasai ilmu Ushuluddin (Dasar-dasar ilmu agama), Ilmu Manthiq (ilmu logika), Bahasa Arab dari segala seginya (Nahwu, Sharaf, Balaghah dsb), dengan cukup sempurna.
6. Punya pengetahuan luas tentang Nasikh-Mansukh (yang menghapus dan yang dihapus) dalam Al-Qur’an, Asbabun Nuzul (sebab-sebab turunnya Al-Qur’an) dan tertib turunnya ayat.
7. Mengetahui secara mendalam Asbabul Wurud (sebab-sebab turun) hadits, ilmu riwayat hadits, dan sejarah para perawi hadits, dan dapat membedakan berbagai macam hadits.
8. Menguasai kaidah-kaidah Ushul Fiqh (Dasar-dasar pemahaman hukum).
9. Berpengetahuan lengkap mengenai lima aliran pemikiran dan mempunyai pemahaman kesadaran yang menyeluruh atas realita masa kini, yakni mekanisme, ilmu dan teknologi, cara-cara kerja dari sistem politik dan ekonomi modern, serta kesadaran akan hubungan dan pengaruh mereka terhadap masyarakat budaya dan lingkungan.
10. Harus bersifat adil dan taqwa, hidup dalam kesalehan dan kedisiplinan, serta mengenal manusia dan alam sekitarnya.
1. Berpengetahuan luas tentang Al-Qur’an dan Ulumul-Qur’an (ilmu-ilmu Al-Qur’an) serta segala yang terkait, teristimewa dalam masalah hukum.
2. Memiliki ilmu yang cukup dalam mengenai hadits, terutama soal hukum dan mengetahui sumber hukum, sejarah, maksud hubungan hadits2 itu dengan hukum-hukum Al-Qur’an.
3. Menguasai masalah-masalah atau tema tema pokok yang hukumnya telah ditunjukkan oleh Ijma’ Sahabat dan ulama Salaf (2 generasi setelah para sahabat Rasulullah SAW).
4. Mempunyai wawasan luas tentang Qiyas dan dapat menggunakannya untuk Istimbath (menggali dan menarik kesimpulan) hukum.
5. Menguasai ilmu Ushuluddin (Dasar-dasar ilmu agama), Ilmu Manthiq (ilmu logika), Bahasa Arab dari segala seginya (Nahwu, Sharaf, Balaghah dsb), dengan cukup sempurna.
6. Punya pengetahuan luas tentang Nasikh-Mansukh (yang menghapus dan yang dihapus) dalam Al-Qur’an, Asbabun Nuzul (sebab-sebab turunnya Al-Qur’an) dan tertib turunnya ayat.
7. Mengetahui secara mendalam Asbabul Wurud (sebab-sebab turun) hadits, ilmu riwayat hadits, dan sejarah para perawi hadits, dan dapat membedakan berbagai macam hadits.
8. Menguasai kaidah-kaidah Ushul Fiqh (Dasar-dasar pemahaman hukum).
9. Berpengetahuan lengkap mengenai lima aliran pemikiran dan mempunyai pemahaman kesadaran yang menyeluruh atas realita masa kini, yakni mekanisme, ilmu dan teknologi, cara-cara kerja dari sistem politik dan ekonomi modern, serta kesadaran akan hubungan dan pengaruh mereka terhadap masyarakat budaya dan lingkungan.
10. Harus bersifat adil dan taqwa, hidup dalam kesalehan dan kedisiplinan, serta mengenal manusia dan alam sekitarnya.
Tingkatan-tingkatan
Ijtihad Muthlaq
Adalah kegiatan seorang mujtahid yang bersifat mandiri dalam berijtihad dan menemukan 'illah-'illah hukum dan ketentuan hukumnya dari nash Al-Qur'an dan sunnah, dengan menggunakan rumusan kaidah-kaidah dan tujuan-tujuan syara', serta setelah lebih dahulu mendalami persoalan hukum, dengan bantuan disiplin-disiplin ilmu.Ijtihad fi al-Madzhab
Adalah suatu kegiatan ijtihad yang dilakukan seorang ulama mengenai hukum syara', dengan menggunakan metode istinbath hukum yang telah dirumuskan oleh imam mazhab, baik yang berkaitan dengan masalah-masalah hukum syara' yang tidak terdapat dalam kitab imam mazhabnya, meneliti pendapat paling kuat yang terdapat di dalam mazhab tersebut, maupun untuk memfatwakan hukum yang diperlukan masyarakat.Secara lebih sempit, ijtihad tingkat ini dikelompokkan menjadi tiga tingkatan ini:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar